Ada perbedaan antara honor yang bersal dari baitul maal atau
lembaga sosial dan upah, di antaranya : honor bersifat derma (sumbangan) yang
tidak ditetapkan jumlahnya
ketergantungan kemurahan hati para penderma atu kondisi keuangan lembaga
dan mungkin jga tidak member apa-apa , sedangkan upah merupakan transaksi yang
wajib di penuhi oleh kedua belah pihak yang jumlahnya telah ditetapkan dari
awal sebelum jasa dipakai tergantung tawar menawar antara pihak pembeli dan
pengguna jasa.
Adapun upah yang disepakati dari awal antara pendakwah dan
pengguna jasanya, seperti: seorang guru mengajar Alquran atau mengajar
ilmu-ilmu keislaman dengan mensyaratkan honor lima puluh ribu rupiah setiap
kedatanagnnya, atau seorang pendakwah mensyaratkan dari awal honor lima ratus
ribu rupiah untuk sekali ceramah agama yang bila honor tersebut tidak mampu
dipenuhi pihak pengguna jasa, pendakwah
menolak untuk memberikan ceramah , hukum kehalalan upah ini diperselisihkan
oleh para ulama.
Pendapat pertama: Para
ulama dalam mazhab Hanafi dan Hambali mengharamkan upah yang di tentukan dari
semula sebagai imbalan jasa dakwah yang disampaikan.
Para ulama ini berpegang kepada
beberapa dalil:
1. ayat alquran dalam surat ( Al
an’aam: 90), (Huud: 29),( Huud: 51), (As Syu’ara: 164), (As Syu’ara: 180), (
Yasin: 20-21) bahwa para Nabi tidak minta upah kepada umatnya atas dakwah yang
mereka sampaikan.
Tanggapan: Dalil ini tidak kuat, karna dakwah para nabi tersebut
ditunjukan kepada orang non muslim yang memeng tidak akan mau memberikan upah.
Dan juga dalam ayat – ayat tersebut
tidak ada larangan andai orang – orang yang menerima dakwah tersebut
memberikan upah.
2. Firman Allah ta’ala yang
melarang menjual ayat –ayatnya dengan harga dunia dan melarang menyembunyikan
petunjuk, sedangkan menolak memberikan dakwah tampa imbalan yang disepakati
sebelumnya termasuk menjual ayat dan menyembunyikan petunjuk. Di antara
ayat-ayat tersebut:
Firman Allah ta,ala dalam surat
(Al Baqoroh: 41), (Al Baqoroh: 159) yang artinya:
(Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayatku dengan harga yang rendah) Al
Baqoroh: 41
(sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah kami
turunkan berupa keterangan- ketrangan (yang jelas) dan petunjuk , setelah kami
menerangkannya kepada manusia Al-Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan di
laknati (pula) oleh semua (makhluk )yang dapat melaknati” ) Al Baqoroh: 159
Tanggapan: Dalil ini juga tidak kuat , karna maksud ayat di atas
bila seorang telah menjadi fardhu’ain baginya
untuk menyempaikan dakwah, seperti: dia berada di lingkungan yang sama sekali
tidak ada orang yang mampu menyampaikan dakwah dan menagjar Al Quran kecuali
dirinya, dalam kondisi ini memang di haramkan dia menerima upah, karna dia
melakukan hal yang wajib sebagai seseorang yang melakukan sholat wajib, tidak
mungkin dia berhak menerima gaji atas amalan sholatnya.
3. Hadist Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang
melarang makan upah mengajar Alquran, Nabi shalallahhu
alaihi wasallam bersabda yang artinya :
Bacalah Al qur’an, dan jangan terlalu berlebihan,jangan terlalu lalai,
jangn makan upah mengajar Al qur’an, dan memeperbanyak harata melalaui mengajar
Al qur’an “ (HR. Ahmad, dishahihkan oleh ibnu Hajar).
Pendapat kedua : Para ulama dalam mazhab Maliki dan Syafi’i
membolehkan menarik upah kerja dakwah. Mereka berpegang kepada beberapa dalil:
-
Diriwayatkan dari ibnu abbas bahwa sekelompok
sahabat Nabi melewati sebuah perkampungan, lalu orang kampung tersebut meminta
mereka untuk mengobati kepala suku mereka yang terkena sengatan hewan berbisa,
para sahabat mau mengobati dengan syarat orang kampung itu memberkan imbalan
beberapa ekor kambing, setelah terjadi kesepakatan, salah seorang sahabat
mengobatinya dengan membaca surat Al Fatihah, seketika itu juga si sakit
langsung sembuh dan mereka memenuhi akad serta memberikan beberapa ekor kambing
yang di sepakati, sebagian sahabat menolaknya, karna mengambil upah dari bacaan
Al qur’an
Sesampainya di madinah mereka mengadukan hal tersebut
kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam bersabda yang artinya:
“Sesungguhnya upah
yang paling pantas untuk kalian terima adalah imbalan Al qur’an” (HR. Bukhori)
-
Diriwayatkan dari Sahl bin Sa’ad radhiyallahu’anhu seorang wanita
menawarkan dirinya untuk dinikahi Nabi shalallahu
alaihi wasallam, akan tetapi Nabi shalallahu
alaihi wasallam tidak berniat menikahinya
Maka salah seorang sahabat meminta kepada Nabi shalallahu alaihi wasallam untuk
menikahi wanita tersebut dengan dirinya.
Lalu Nabi shalallahu
alaihi wasallam memerintahkan sahabat tersebut untuk mencari maharnya,
namun dia tidak memiliki apa – apa.
Maka Nabi shalallahu
alaihi wasallam menanyakan apakah dia hafal beberapa surat Al qur’an. Dia
menjawab “hafal beberapa surat”
Maka Nabi shalallahu
alaihi wasallam bersabda yang artinyaa:
“kami telah
menikahkanmu dengan perempuan tersebut, dengan mahar mengajarkan wanita itu
beberapa surat Al qur’an yang engkau hafal” (HR. Bukhori dan Muslim).
Dari hadist ini di pahami bahwa upah mengajar Al qur’an halal
sehingga bisa dijadikan mahar layaknya emas, perak dan lain-lain
Dari dua pendapat di atas dengan argumen
masing – masing, sebagia ulama mencari jalan tengah, yaitu tidak di benarkan
mengambil upah berdakwah, kecuali untuk menutupi biaya kebutuhan pokok
pendakwah dan keluarga yang menjadi tanggungannya. Karena bila sama sekali
diharamkan, dikhawatirkan akan langkanya orang yang mau mengajar, mendakwah dan
menyiarkan agama Allah karna para juru dakwah tersebut di disibukan oleh
aktifitas keseharian mencari nafkah. Hal ini mungkin akan berakibat buruk
terhadap generasi selanjutnya, mereka tidak lagi memahami agama Allah karna
tidak ada lagi orang mengajarinya
Dan bila dibolehkan tanpa syarat yang
berarti dibolehkan mencari kekayaan sebanyak –
banyaknya dengan profesi sebagai pendakwah, seperti fenomen sekarang dimana
seorang ustadz ternama tidak mau memberikan pengarahan agama bila imbalannya
kurang dari sekian juta, hal ini jelas bertentangan dengan hadist yang melarang
memperbanyak harta dengan mengajarkan Al qur’ar
Dengan demikian pendapat ini cukup
kuat, yakni boleh mengambil upah kerja dakwah untuk menutupi kebutuhan pokok,
maka bila seorang juru dakwah memiliki penghasilan lain atau memiliki harta
yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok diri sendiri dan keluarga,
seyogyanyalah iya tidak mengambil honor yang di berikan jamaah yang di
kumpulkan oleh mereka rupiah demi rupiah agar mendapat siraman rohani dari
seorang ustadz, sedangkan ustadz yang menerima honor tersebut bergelimang
harta.
Diambil dari Kitab “HARTA
HARAM MUAMALAT KONTEMPORER”
Karya : DR. ERWANDI TARMIZI Hafidzahullah
sudah jelas2 ayatnya berbunyi seperti itu, Rasulullah pun tidak pernah mencontohkan, sebaiknya tidak usah dicari2lagi pembenaran yg bertentangan dgn Alquran.
BalasHapusMohon izin bertanya, jika seandainya memang dibolehkan mengambil upah dari berdakwah berdasarkan dalil hadits ini "Sesungguhnya upah yang paling pantas untuk kalian terima adalah imbalan Al qur’an” (HR. Bukhori), dimana disebutkan menerima imbalan alquran adalah upah yang paling pantas tentunya para sahabat yang terkenal selalu ingin menjadi yang terbaik tentu akan berbondong-bondong mengajarkan al-quran karena disabdakan oleh Rasul itu adalah upah yang paling pantas. Namun kenyataannya setelah keluarnya hadits itu tidak ditemukan catatan sejarah yang menyatakan para sahabat beralih profesi menjadi pendakwah al quran. Atau saya yang belum tahu sejarahnya ya? Miris ngeliat dakwah sekarang yang bertarif profesional....dakwah seperti kehilangan wibawanya...
BalasHapusTapi saya setuju dengan kesimpulannya...itu kesimpulan yang bijak
Assalamualaikum.
BalasHapusPendakwah yang mendapat upah tentu pahala dakwahnya berkurang. boleh saja bekerja sebagai penjual ilmu agama dan tidak berdosa. Boleh saja jangan berlebihan kalau ada kelebihan dibuat lagi untuk modal dakwah sendiri yang tanpa upah. Bila berlebihan dapat menimbulkan sifat orang lain ingin mencari penghidupan dari dakwah seperti si pendakwah. Jangan sampai orang lain disuruh ikhlas dalam bersedekah karena mencintai Allah sementara dirinya yang panen, maka sungguh dosa besar. Jangan sampai kita banyak memberi contoh kesederhanaan hidup orang yang dimuliakan Allah sementara dirinya tidak menjalankan perbuatan orang yang dimuliakan tersebut. Apa dosanya menganjurkan ummat agar lebih mementingkan akhirat sementara dia tidak melakukannya ?
Renungkan. Ada pendakwah dan ummat sama kekayaannya kemudian keduanya melakukan perbuatan sedekah senilai Rp 1000, Pahala siapakah yang lebih besar ? Tentu pahala si umat yang lebih besar, seharusnya si pendakwah lebih besar perjuangan pengorbanan dijalan Allah sebagai teladan. Begitu juga bila sipendakwah dan ummat sama sama melakukan zina maka dosa pendakwah lebih besar. dan Apa dosanya pendakwah menganjurkan kebaikan sementara dirinya tidak melakukan kebaikan itu.
Mohon maaf bila terdapat kesalaahan. Ya Allah Ampunilah saya dan seluruh hamba hambamu , karena pengampunanMulah yang membuat kami lepas dari siksa neraka. Tidak ada daya dan upaya yang bisa berhasil tanpa Engkau merestuiNya Dan Ampunilah atas pertambahan ilmu kami namun sedikit yang diamalkan. Amin
terimakasih saudaraku telah memberi ruang komentar. wassalamalaikum.
menjadi dai bukan untuk cari kaya tapi ikhlas karena Allah, kalau berdakwah mengharapkan upah seperti dai selebritis atau artis dai itu hukumnya haram kalau tidak sanggup bayar maka dai tersebut tidak mau. Menjual ayat Al Quran demi upah itu juga haram hukumnya. Kita mencontoh saja Rasulullah SAW nggak usah pakai Mazhab2 yang nggak jelas
BalasHapusadakah para nabi mengambil upah?
BalasHapusadakah para sahabat mengambil upah?
kalau untuk ekonomi mereka paling susah...
makanan..rumah...penghasilan....?
kenapa kita tdk contoh abu hurairah..ibnu abbas..adakah pada pengajian mereka uang transport...adakah uang pengganti...ini..itu...menjual ini dan itu...
lihat pd diri diri dai di akhir jaman ini(tdk semua)...secara sadar dan tidak sadar mereka terseret dalam materi..mereka menciptakan kondisi materi..
.sekolahan ..pondok 1/2 jt perbln belajar beli kitab..cetak majalah cetak buku mana yang gratis..sehingga jika dia melihat anak anak mereka yg tdk mampu sekolah apakah mereka menangis seperti kami?..
Yang jelas bahwa dakwah jangan dikomersilkan, karena balasan dari Allah jauh lebih besar, baik balasan di dunia maupun di akhirat. Seperti tersurat dalam surat al-Mu’minuun [23] ayat 72:
BalasHapusأَمْ تَسْأَلُهُمْ خَرْجًا فَخَرَاجُ رَبِّكَ خَيْرٌ وَهُوَ خَيْرُ الرَّازِقِينَ
Atau kamu meminta upah kepada mereka? Padahal upah dari Tuhanmu juah lebih baik, dan Dia adalah Pemberi rezeki Yang Paling Baik.
Saudaraku, siapapun yg tau tolong jawab. Kalau toh misalkan ustadz itu tidak meminta bayaran, tapi orang2 dgn sukarela memberikan amplop pada orang itu gimana hukumnya ? Ustadznya ikhlas mengajar, namun ia juga butuh biaya untuk hidup.
BalasHapusAssalamualaikum Wr Wb.
BalasHapusMangambil upah dari dakwah menyebabkann pahala dakwahnya berkurang bahkan menjadin dosa tergantung niatnya. Rasulullah banyak mengeluarkan dana dalam berdakwah yang dimulai beliau sendirian ditengah kejahiliaan hingga menguasai madinah dan mekah.
Maaf bila ada kekurangan dalam penyampaian mudahan Allah memberi petunjuk pada kita. Amin.